A Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas asas hukum dan berfalsafahkan Pancasila, melindungi agama dan penganut agama bahkan berusaha memasukkan ajaran dan hukum agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Pancasila adalah sumber hukum dari Hukum Nasional Indonesia, sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hukum dasar yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman dalam bernegara Dan Pancasila sebagai falsafah negara, dasar negara dan hukum dasar mendudukkan agama dan hukum agama pada kedudukan yang fundamental
Dalam membentuk atau menyusun peraturan-peraturan hukum maka pertama-tama yang harus dipedomani adalah politik hukum dari suatu negara (Bakar, 1993:56) Politik hukum ini menghendaki berkembangnya kehidupan beragama dan hukum agama dalam kehidupan Nasional Hukum Nasional (dibentuk sejak kemerdekaan) adalah sistim hukum yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia yang mengakomodir dan memasukkan hukum agama dan tidak memuat norma hukum yang bertentangan dengan hukum agama
Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang ditaati oleh mayoritas rakyat Indonesia merupakan bahan baku dalam pembinaan Hukum Nasional Ajaran hukum Islam, terutama yang tercantum dalam Qur'an dengan sifatnya yang universal dapat diambil untuk memperkaya dan menyempurnakan Hukum Nasional
Melalui historical approach penulis akan mencoba mendeskripsikan lebih jauh bagaimana politik Hukum Nasional pemerintahan Soeharto (1966-1998) dan Habibie (1998-1999) dan pengaruh politik Hukum Nasional tersebut terhadap Hukum Islam di Indonesia
B Politik Hukum Nasional Priode Soeharto
Politik hukum adalah pernyataan kehendak dari pemerintah negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan ke arah mana hukum itu akan dikembangkan (Lubis, 1995:77) Moh Mahfudh MD menyatakan bahwa politik hukum dapat dirumuskan sebagai kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah, mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu (Mahfudh, 1999:31)
Tekad awal Pemerintahan Soeharto adalah mempertahankan, memurnikan wujud dan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, sebagai koreksi total terhadap penyelewengan dan keburukan yang dilakukan rezim orde lama Munculnya pemerintahan orde baru pada mulanya menyimpan berbagai harapan umat Islam, sebab pada masa terakhir kekuasaan Soekarno keberadaan sosio politik umat Islam termarginalisasikan oleh kekuatan lainnya, khususnya Partai Komunis Indonesia (Halim, 2000:81)
Dalam menggambarkan konfigurasi perpolitikan rezim orde baru, Moh Mahfudh MD menyatakan bahwa, sejak periode 1966 sampai penghujung orde baru, konfigurasi politik diciptakan untuk membentuk negara yang kuat Negara kuat yang mampu menjalin kehidupan politik yang stabil karena pembangunan ekonomi akan berhasil jika didukung oleh stabilitas nasional yang mantap Meskipun pada awalnya orde baru memulai langkahnya secara demokratis, tetapi secara pasti lama kelamaan membentuk konfigurasi yang cenderung otoriter
Politik Hukum Nasional secara sosiologis setelah kemerdekaan sangat diperlukan, karena masyarakat Indonesia menghendaki perubahan dalam hal produk hukum Produk hukum peninggalan Pemerintah Belanda yang tidak sesuai lagi dengan idealita dan realita masyarakat Indonesia harus segera dicabut Tetapi penggantian produk hukum tidaklah mudah, harus ada justifikasi untuk tetap berlakunya hukum-hukum produk Belanda meskipun untuk sementara, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 aturan peralihan pasal II (Mahfudh, 1999:32)
Secara garis besar poitik hukum negara kita telah dirumuskan di dalam UUD 1945, sedangkan penjabarannya untuk setiap priode pembangunan dicantumkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi salah satu sumber hukum dalam sistim hukum nasional Politik hukum itu antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu di dalam hukum yang agama tidak memberikan ajaran atau ketentuan sendiri Upaya ke arah kodifikasi dan unifikasi hukum khusunya hukum perdata merupakan hal yang sangat sulit Unifkasi hukum di tuntut untuk memperhatikan dan mengakomodir keaneka-ragaman budaya dan kesadaran hukum masyarakat yang mengacu kepada keyakinan dan nilai-nilai yang di anut oleh mereka (Bisri, 1998:80)
Dari ke empat GBHN yang tertuang dalam TAP MPR No IV/MPR/1973, TAP MPR No IV/MPR/1978, TAP MPR No IV/MPR/1983, TAP MPR No II/MPR/1988 tidak dapat disimpulkan secara tegas bagaimana politik hukum pemerintahan soeharto khususnya terhadap Hukum Islam (Taufiq, 1998:79) (Solly, 1989:106) Barulah dalam GBHN 1993 dengan TAP MPR No II/MPR/1993 politik hukum pemerintah terhadap hukum Islam nampak lebih jelas TAP MPR No II/MPR/1993 yang berkaitan dengan sasaran bidang hukum dalam pembangunan jangka panjang kedua (PJP II) dirumuskan sebagai berikut: "terbentuk dan berfungsinya sistim Hukum Nasional yang mantap, bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional yang didukung oleh aparatur hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum (Irsyad, 1996:17)
Sasaran bidang hukum dalam pembangunan lima tahun keenam (REPELITA VI) dirumuskan: penataan Hukum Nasional dengan meletakkan pola pikir yang mendasari penyusunan sistem Hukum Nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; penyusunan kerangka sistem Hukum Nasional serta penginventarisasian dan penyusunan unsur-unsur tatanan hukum dalam rangka pembaharuan Hukum Nasional; peningkatan penegakan hukum; serta peningkatan sarana dan prasarana hukum (Irsyad, 1996:17)
Kebijakan Pelita VI bidang hukum menentukan prioritas pembangunan dan penataan hukum di waktu yang akan datang menjadi bertambah penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebab hukum tidak hanya berfungsi sebagai sarana keamanan dan ketertiban masyarakat serta stabilitas nasional namun juga sebagai sarana pembangunan masyarakat
Dalam upaya dan proses penyusunan, pelaksanaan dan penilaian pembangunan sistim hukum nasional ini diperlukan wawasan yang sejalan dengan cita-cita nasional dan realitas bangsa yaitu wawasan kebangsaan, wawasan nusantara dan wawasan Bhinneka Tunggal Ika (Lubis, 1195:78)
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang bertolak dari paham bahwa negara kita adalah suatu negara kebangsaan (nation state) dan bukan negara yang berdasarkan ras yang ditentukan secara antropologis kultural dan bukan juga secara agama yang ditentukan oleh agama yang dianut oleh mayoritas
Wawasan Nusantara ialah pandangan yang melihat seluruh wilayah kepulauan nusantara ini sebagai suatu kesatuan hukum dalam arti bahwa di seluruh wilayah republik Indonesia pada akhirnya hanya berlaku suatu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional
Wawasan Bhineka Tunggal Ika juga diperlukan karena suasana dan kondisi kehidupan masyarakat yang hingga kini masih mempelihatkan berbagai perbedaan lokal, etnik-keagamaan dan lingkungan budaya, yang memerlukan pertimbangan dan perhatian Dengan adanya wawasan Bhineka Tunggal Ika akan menghindari timbulnya ketidak adilan dalam memperlakukan semua rakyat dengan berbagai latar belakang dan kondisi yang bervarian itu
Dibawah pemerintahan Soeharto, kekuasaan dipusatkan di tangan eksekutif dalam membangun politik yang kuat, sedangkan lembaga negara lainnya dibiarkan lemah dan tergantung pada eksekutif Sebagai akibat dari lemahnya lembaga-lembaga tersebut maka hampir semua produk legislasi yang disahkan lembaga perwakilan berasal dari usul pemerintah Pada umumnya lembaga perwakilan hanya melakukan perbaikan yang tidak prinsipil atas rancangan yang disampaikan oleh pemerintah (Mahfudh, 1999:237)
Secara umum arah kebijakan dan sikap pemerintahan Soeharto dapat dibedakan menjadi 2 periode yaitu priode Pra 1974 dan priode pasca 1974 (Lubis, 1995:82) Politik hukum memberlakukan Hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh pemerintahan Soeharto, dibuktikan dengan UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 2 UU itu menetapkan: Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya Dan pasal 63 UU perkawinan mengundangkan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini adalah pengadilan agama bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan umum bagi yang lainnya Dengan UU No 1/1974 Pemerintah dan DPR memberlakukan hukum-Hukum Islam bagi pemeluknya dan menegaskan Pengadilan Agama berlaku bagi mereka yang beragama Islam
Kebijakan Soeharto dengan mengeluarkan UU No 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan Kehakiman, UU No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Kebijakan di bidang Peradilan Agama khususnya, mengindikasikan hubungan yang erat antara negara dan Islam di Indonesia sejak paro ke-2 dekade 80-an
Untuk melihat Peradilan Agama dalam tataran politik hukum orde baru, maka beberapa nsur penting yang saling berhubungan adalah: (1) Landasan Konstitusional yakni Pancasila yang dioperasionalisasikan seara struktural dalam UUD 1945, (2) Di implementasikan norma-norma itu dalam bentuk politik hukum nasional yang dirumuskan dalam ketetapan MPR yaitu GBHN, (3) perubahan masyarakat, watak alami dan abadi dalam suatu masyarakat ialah mengalami perubahan, baik struktur maupun pola budayanya, (4) perubahan tata hukum itu dilakukan secara nasional, disengaja, berencana dan berjangka yang secara konkrit dirumuskan dalam rencana pembangunan nasional di bidang hukum, (5) perubahan itu sebagai hasil interaksi dari berbagai unsur dan potensi masyarakat yang majemuk, (6) Peradilan Islam Keenam unsur ini mempunyai variasi hubungan fungsional (simetrik), hubungan searah (assimetrik), dan hubungan timbal balik (reciproal) (Halim, 2000:17)
Beberapa peraturan lainnya adalah UU Pokok Pendidikan, Inpres No 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan juga hubungan pemerintah yang begitu kuat kepada organisasi cendekiawan seperti ICMI, telah memperjelas kecenderungan rezim orde baru di bawah pimpinan Soeharto untuk mengakomodir aspirasi umat Islam Disamping itu kebijakan yang dituangkan dalam UU no 7/1992 tentang Perbankan (Mardjono, 1997:53) dan dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI), Keputusan Bersama tingkat Menteri tentang Bazis dan kebijakan tentang jilbab, penghapusan porkas, dan SDSB Perkembangan ini mengindikasikan adanya titik balik dalam hubungan Islam dan Pemerintah, dimana mereka tidak lagi dipandang sebagai musuh tetapi sebagai partner dalam usaha yang dilakukan oleh orde baru untuk membangun negara
Dan dalam hubungannya dengan perwakafan dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 1977 tanggal 17 Mei 1977 (LN, tahun 1977 No 30) tentang perwakafan tanah milik dan penjelasannya (TLN 3107) (Ichtiyanto, 1990:1974)
Politik Hukum Nasional Priode BJ Habibie
Gejolak reformasi sebagai fakta historis yang terjadi sejak bulan Mei 1998, yang telah berhasil mendesak berlangsungnya sidang umum istimewa MPR Nopember 1998 untuk mendapatkan garis-garis kebijakan (Public Policy) yang lebih segar dan akomodatif sesuai dengan tutntutan reformasi Hal ini dapat dilihat pada masa pemerintahan transisinya Presiden BJ Habibie menuju PEMILU 7 Juni 1999 dan MPR hasil PEMILU itu bersidang bulan Oktober 1999 (Solly, 2000:15)
Pemerintahan Habbie sebagai kelanjutan dari pemerintahan Soeharto, dimana masyarakat menghendaki reformasi pertama dalam bidang politik, ekonomi dan hukum Ketetapan MPR sebagai kelanjutan dari ketetapan pemerintahan Soeharto adalah TAP MPR No X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara, dari TAP MPR No IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Dalam TAP MPR No IV/MPR/1999 ini, hukum merupakan arah kebijakan yang utama dan secara tegas disebutkan bahwa hukum agama sebagai salah satunya unsur sistem Hukum Nasional Ini sangat menguntungkan bagi umat Islam untuk bisa mentransformasikan dan mengintegrasikan Hukum Islam dalam sistem Hukum Nasional Secara lengkap bunyi TAP MPR tersebut adalah "Menata sistem Hukum Nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan Hukum Nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak-adilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi
Kebijakan yang dilakukan pemerintahan Habibie dengan ditetapkannya UU No 17/1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan UU lain yang merupakan kelanjutan dari UU No 7/1992 tentang perbankan
Dilihat dari sistem Pemerintahan yang dilakukan Soeharto adalah stabilisasi sedangkan pemerintahan Habibie adalah demokratisasi TAP MPR pada masa Soeharto identik dengan Soeharto sedangkan TAP MPR pada masa Habibie belum tentu menggambarkan pemerintah, bahkan lebih sering bertentangan
D Pengaruh Politik Hukum Nasional Terhadap Hukum Islam
Hukum Islam yang dimaksudkan disini adalah peraturan-peraturan yang diambil dari Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad, dilambangkan melalui ijtihad oleh para ahli Hukum Islam,(Halim, 1996:99) seperti fiqh, fatwa, kepeutusan-keputusan pengadilan dan undang-undang yang dipedomani dan diberlakukan bagi umat Islam Indonesia
Hukum Islam dan politik adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu masyarakat Islam Hukum Islam tanpa dukungan politik sulit diganti dan diterapkan Politik yang mengabaikan hukum Islam akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat Semakin baik hubungan Islam dengan politik semakin besar peluang hukum Islam di aktualisasikan, dan bila keduanya merenggang semakin sempit pulalah peluang hukum Islam dapat diterapkan
Jalur kontibusi hukum Islam, ditinjau dari perspektif pembinaan hukum nasional dapat ditinjau dari:
Pertama, kontribusi melalui peraturan perundang-undangan Karena peraturan perundang-undangan dapat bervarian, maka kontribusi hukum Islam dapat terjadi pada setiap macam peraturan perundang-undangan
Kedua, kontribusi melalui yurisprudensi
Ketiga, melalui pengembangan hukum kebiasaan
Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang di taati oleh mayoritas rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, merupakan sebagian dari ajaran dari keyakinan Islam dan ada dalam kehidupan hukum yang nota bene merupakan bahan dalam pembinaan hukum nasional Dari sumber ajarannya, realita kehidupan hukum masyarakat, sejarah pertumbuhanya dan perkembangan hukum di Indonesia, berlakunya hukum Islam di Indonesia terdapat beberapa teori Mengenai hubungan antara hukum Islam dengan hukum nasioanl terlihat bahwa hukum agama (baca; hukum Islam) berada dalam hukum nasional Indonesia (teori eksistensi) Teori ini menyebutkan bentuk eksistensi hukum Islam dalam hukum nasional Indonesia adalah:
1. Ada, dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional Indonesia
2. Ada, dalam arti adanya dengan kemandiriannya yang diakui adanya dan kekuatan wibawanya oleh hukum nasional serta diberi status sebagai hukum nasional
3. Ada, dalam Hukum Nasinal dalam arti norma hukum Islam berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional
4. Ada, dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional (Ichtiyanto, 1990:86)
Hukum Islam merupakan salah satu sistim hukum yang berlaku dan diakui di Indonesia, dan sejak diundangkannya UU No 7 tahun 1989 Hukum Islam makin luas masuk ke dalam sistim hukum positif Lahirnya UU No 7/1989 didasarkan kepada kebutuhan umat Islam dalam melaksanakan agamanya dan juga berlandaskan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Negara republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib
2. Untuk tujuan tersebut diperlukan upaya menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat
3. Salah satu upaya menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum adalah melalui Pengadilan Agama
4. Keaneka ragaman peraturan, kekuasaan dan hukum acara yang selama ini berlaku di Pngadilan Agama perlu segera diakhiri
5. UU tentang Peradilan agama ini untuk melaksanakan UU No 4/1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (Bakar, 1993:59)
Kebijakan yang diambil oleh Soeharto dalam menetapkan UU No 1/1974, Undang-Undang Perkawinan menciptakan hukum baru dalam Hukum Perkawinan Nasional Undang-undang perkawinan adalah hasil kompromi antara berbagai sistim hukum, filsafat hukum serta prosedur hukumnya UU No 1/1974 ini sangat besar artinya bagi Hukum Islam setelah dijadikan sebagai Hukum Nasional dan ditetapkannya Kompilasi Hukum Islam sebagai bahan rujukan bagi penetapan keputusan Hakim di Pengadilan Agama Peradilan agama di Indonesia dengan kompetensi absolutnya tentang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam (Halim, 2000:13)
Keluarnya PP No 28/1977 seperti yang dikehendaki oleh pasal 49 ayat (3) UU Pokok agraria, disebutkan bahwa salah satu masalah di bidang keagamaan yang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan adalah perwakafan tanah milik Peraturan Pemerintah ini kemudian disusul dengan berbagai peraturan perundangan lainnya (Usman, 1994:113)
Selanjutnya PP No 28 tahun 1977 dituangkan dalam Kompilasi Hukum Islam, yang pada dasarnya sama dengan hukum perwakafan yang telah diatur oleh perundang-undangan yang telah ada sebelumnya Dengan dimasukkannya PP No 28/1977 ke dalam KHI maka ketentuan tentang perwakafan ini akan diberlakukan di Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara yang berhubungan dengan sengketa tanah wakaf dan yang berkaitan dengannya
Kebijakan soeharto dengan ditetapkannya Undang-Undang No7/1992 tentang Perbankan Peraturan perundang-undangan ini melakukan mu'amalat sesuai dengan Hukum Islam, menjadi pemecahan baru bagi orang-orang Islam dalam soal perbankan, dimana sebelumnya dalam menjalani kegiatan di bidang keuangan kaum Muslimin hanya mengenal seta menggunakan bank-bank umum dan asuransi umum yang notabene hukumnya terlepas dari kaidah-kaidah ajaran Islam
Kebijakan pemerintahan Soeharto dalam hal institusi-institusi yang resmi dibentuk oleh Pemerintah terlihat dengan adanya lembaga keagamaan Islam yang berdiri atas izin pemerintah, antara lain: MUI, LPTQ dan Lembaga Pendidian Agama Swasta (Soekarja, 1998:28)
Dalam hal pendidikan agama sebagai kelanjutan dari ketetapan MPRS pada tahun 1960 dan 1966 yang menetapkan pelajaran agama diberikan mulai dari SD sampai perguruan tinggi ditetapkanlah UU No 2/1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional Dengan ditetapkannya UU ini pendidikan agama semakin eksis
Kebijakan yang diambil BJ Habibie -selaku orang nomor 1 pada masanya- tentang penyelenggaraan ibadah haji sebagai peningkatan terhadap pelayanan haji yang dari tahun ke tahun terus bertambah Perhatian terhadap pelaksanaan haji ini juga sudah dilakukan pada era-era sebelumnya dengan terdapatnya beberapa perubahan dan diduga semakin kuat dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang penyelenggaraan Ibadah haji tersebut
Perkembangan Peradilan agama dengan lahirnya UU No 35/1999 sebagai perubahan atas 2 pasal dari UU No 14/1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan Kehakiman Sebagaimana ditetapkan oleh pasal-pasal UU No 35 tahun 1999 dapat di ambil kesimpulan bahwa UU No 35/1999 menentukan: pertama, badan-badan peradilan agama secara organisatoris-administratif dan finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung Kedua, pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dari lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara ke MA dan ketentuan pengalihan untuk masing-masing lingkungan peradilan di atur lebih kanjut dengan UU sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing ketiga, ketentuan mengenai tata cara pengadilan secara bertahap tersebut ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Dengan penyatuan "atap" tersebut maka Peradilan Agama di bawah pengawasan Mahkamah Agung dikhawatirkan munculnya problem baru di lingkungan Peradilan Agama pihak penguasalah yang akan mengakomodir aspirasi umat Islam
E Penutup
Kebijakan pemerintah terhadap hukum Islam berjalan dengan gelombang pasang surut dan sejalan dengan harmonisasi hubungan antara Islam dan negara Politik hukum yang dilaksanakan oleh Soeharto dan BJ Habibie didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dan dijabarkan oleh GBHN pada PJP I dan II Politik hukum tersebut dituangkan dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, dimana watak produk hukum sangat ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya
Hukum Islam sebagai bahan baku bagi pembangunan Hukum Nasional semakin kuat setelah adanya ketetapan MPR No IV/MPR/1999 dengan dicantumkannya secara tegas bahwa hukum agama sebagai salah satu unsur sistem Hukum Nasional
Politik Hukum Nasional Soeharto dan BJ Habibie khususnya pada bidang Hukum Islam membuktikan bahwa Hukum Islam di Indonesia eksistensinya semakin kokoh dan memberikan implikasi positif bagi Hukum Islam dalam Hukum Nasional Wallahu A’lam
DAFTAR BACAAN
Aziz Thoha Abdul Islam Dan Negara Dalam Politik Orde baru, Gema Insani Press Jakarta 1996
Bakar Zainal Abidin Abu Pengaruh Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia dalam mimbar hukum No 9 th IV Al-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan agama Islam Jakarta 1993
Bisri Cik Hasan Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistim Hukum Nasional Logos Jakarta 1999
Halim Abdul Peradilan Agama Dalam Politik Hukum di Indonesia PT Raja Grafindo Jakarta 2000
Hakim G Abdul Nusantara Politik Hukum Indonesia Yayasan LBHI Jakarta 1988
Hartono Sunaryati Politik Hukum menuju satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991
Ichtijanto Hukum Islam Dan Hukum Nasional Ind, Hill Co Jakarta 1990
----------- Kontribusi Hukum Islam Terhadap Hukum Nasional: Sebuah gambaran posisi Mimbar Hukum No 13 Th V Al-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan agama Islam Jakarta 1993
Irsyad Syamsuhadi Politik Hukum Nasional Dan Jalur-Jalur Kontribusi Hukum Islam Dalam mimbar hukum No 29 Th VII Al-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan agama Islam Jakarta 1996
Kusumah Mulyana W Perspektif, Teori Dan Kebijaksanaan Hukum Rajawali Jakarta 1986
Lubis M Solly Serba-serbi Politik Hukum CV Mandar Maju Bandung 1989
Lubis Nur A Fadhil Hukum Islam Dalam Kerangka Teori Fiqh Dan Tata Hukum Indonesia Pustaka widya sarana Medan 1995 hal 82
Lindsey Timothy Law And Society The federation Press Sydney 1999
Mardjono Hartono Menegakkan Syari'at Islam Dalam Konteks Keindonesiaan; Proses Penerapan Nilai-Nilai Islam Mizan Bandung 1997
Mahfud MDMoh Politik Hukum Di Indonesia, Gema Media, Yogyakarta, 1999
---------------------- Pergulatan Politik Dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999
Seran Alexander Moral Politik Hukum Obor Jakarta 1999
Taufiq Kebijakan-kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru Mengenai Hukum Islam dalam Cik Hasan Bisri (Ed) Hukum Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia Logos Jakarta 1998
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar